Apa Perbedaan Zakat, Sedekah, Infak, Hibah, dan Hadiah?

Perbedaan Zakat, Sedekah, Hibah, Hadiah, Infaq

Memahami berbagai istilah yang berlaku dalam disiplin ilmu apapun sangatlah penting, tanpa terkecuali ilmu syariat. Oleh karena itu, sejak dahulu para ulama senantiasa menjabarkan pemahaman berbagai istilah yang yang berlaku pada setiap bab dengan detail.

Seakan tidak ingin ketinggalan, Ibnul Qayyim termasuk salah satu ulama yang paling gigih menekankan pentingnya penggunaan berbagai istilah syariat sebagaimana digunakan dalam Alquran dan hadis. Terlebih bagi para ulama yang bertugas menjelaskan hukum-hukum syariat kepada masyarakat luas. Beliau beralasan atas penekanannya ini bahwa penggunaan istilah syariat dengan benar dapat menyelamatkan kita dari kesalahan dalam memahami hukum Allah ‘Azza wa Jalla. Dan sebaliknya salah memahami atau salah penempatan istilah syariat dapat berakibat fatal bagi pemahaman Anda tentang syariat Allah ‘Azza wa Jalla.

Sebagaimana beliau juga memberikan peringatan bahwa di tengah masyarakat telah meraja lela penggunaan istilah-istilah syariat yang tidak sebagaimana mestinya. Akibat dari kecerobohan ini terjadilah penyimpangan dan kesalahan fatal dalam kehidupan beragama masyarakat. (I’ilamul Muwaqiin, 4:216).

Menyadari hal ini, saya mengajak Anda untuk lebih jauh mengenal dengan baik berbagai istilah syariat. Harapannya Anda semakin dekat dengan agama Allah, dan selanjutnya Allah-pun semakin dekat dengan Anda.

Mengenal Arti Zakat

Di masyarakat beredar pemahaman bahwa zakat adalah sejumlah harta yang telah ditentukan jenis,  kadar, dan yang dibayarkan berhak menerimanya pada waktu yang telah ditentukan pula. Dan zakat inilah yang merupakan salah satu rukun agama Islam. Allah tegaskan dalam Alquran, yang artinya,

Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al Baqarah 43)

Pemahaman di atas benar, namun perlu diingat kadangkala para ulama menggunakan kata zakat pada zakat sunah.

Ibnul Arabi berkata: Kata zakat digunakan untuk menyebut zakat wajib, namun kadang kala juga digunakan untuk menyebut zakat sunah, nafkah, hak, dan memaafkan suatu kesalahan.” (Fathul Bari, 3:296)

Mengenal Makna Sedekah

Ibnu Utsaimin mengatakan, “Sedekah adalah pemberian yang orientasinya adalah akhirat alias pahala dan ganjaran di akhirat. Sedangkan hadiah adalah pemberian yang tujuannya adalah meraih simpati dan rasa suka pihak yang diberi kepada pihak yang memberi.

Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makna yang sama dengan kata zakat, sebagaimana disebutkan pada ayat berikut, yang artinya,

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)

Dalam hadis yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus, kecuali pahala tiga amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan kebakan untuknya.” (HR. at-Tirmidzi dan lainnya)

Berdasarkan ini semua, Imam Mawardi menyimpulkan: Sedekah adalah zakat dan zakat adalah sedekah. Dua kata yang berbeda teksnya namun memiliki arti yang sama. (al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Hal. 145)

Dengan demikian sedekah mencakup yang wajib dan mencakup pula yang sunah, asalkan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Oleh karena itu, sering kali Anda tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.

Walau demikian, dalam beberapa dalil, kata sedekah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah harta kepada orang lain. Sedekah dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri sendiri.

Suatu hari sekelompok sahabat miskin mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan mereka. Menanggapi keluhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada mereka melalui sabdanya:

Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan tasbih bernilai sedekah bagi kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil. Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran juga bernilai sedekah bagi kalian. Sampai pun melampiaskan syahwat kemaluan kalian pun bernilai sedekah.” Tak ayal lalgi para sahabat keheranan mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali bertanya: “Ya Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu bila ia menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung dosa?” Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal, maka iapun mendapatkan pahala. (HR. Muslim)

Mengenal Makna  Infak

Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna yang cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).

Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan) dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)

Kemanapun dan untuk tujuan apapun, baik tujuan yang dibenarkan secara syariat ataupun diharamkan, semuanya disebut dengan infak. Oleh karena itu, mari kita simak kisah perihal ucapan orang-orang munafik yang merencanakan kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, Allah ceritakan, yang artinya,

Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan.”  (QS. Al-Anfal: 36)

Oleh karena itu pada banyak dalil perintah untuk berinfak disertai dengan penjelasan infak di jalan Allah, sebagaimana pada ayat berikut, yang artinya,

Dan infakkanlah/belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Mengenal Makna Hibah

Hibah adalah pemberian yang tujuannya adalah memberi manfaat kepada pihak yang diberi dengan “menutup mata” apakah akan mendapatkan pahala di akhirat ataukah tidak dan apakah akan mendapatkan simpati dari pihak yang diberi ataukah tidak.” (Ibnu Utsaimin dalam Ta’liq beliau untuk al-Qawaid wal Ushul al-Jamiah karya Ibnu Sa’di Hal. 92 terbitan Yayasan Sosial Ibnu Utsaimin cet pertama 1430 H).

Ketika Anda memberikan sebagian harta kepada orang lain, pasti ada tujuan tertentu yang hendak Anda capai. Bila tujuan utama dari pemberian Anda adalah rasa iba dan keinginan menolong orang lain, maka pemberian ini diistilahkan dalam syariat Islam dengan hibah. Rasa iba yang menguasai perasaan Anda ketika mengetahui atau melihat kondisi penerima pemberian lebih dominan dibanding  kesadaran untuk memohon pahala dari Allah. Sebagai contoh, mari kita simak ucapan sahabat Abu Bakar ketika membatalkan hibahnya kepada putri beliau tercinta Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Wahai putriku, tidak ada orang yang lebih aku cintai agar menjadi kaya dibanding engkau dan sebaliknya tidak ada orang yang paling menjadikan aku berduka bila ia ditimpa kemiskinan dibanding engkau. Sedangkan dahulu aku pernah memberimu hasil panen sebanyak 20 wasaq (sekitar 3.180 Kg). Bila pemberian ini telah engkau ambil, maka yang sudah tidak mengapa, namun bila belum maka pemberianku itu sekarang aku tarik kembali menjadi bagian dari harta warisan peninggalanku.” (HR. Imam Malik)

Mengenal Makna Hadiah

Diantara bentuk pemberian harta kepada orang lain yang juga banyak dikenal oleh masyarakat ialah hadiah. Dan saya yakin Anda pernah memberikan suatu hadiah kepada orang lain atau mungkin juga Anda menerimanya dari orang lain. Tentu Anda menyadari bahwa hadiah Anda tidaklah Anda berikan kepada sembarang orang, apalagi orang yang belum Anda kenal. Hanya orang-orang spesial dalam hidup Anda yang berhak mendapatkan hadiah Anda.

Hadiah yang Anda berikan kepada seseorang, sejatinya hanyalah salah satu bentuk dari penghargaan Anda kepadanya. Sebagaimana melalui hadiah yang Anda berikan, seakan Anda ingin meningkatkan keeratan hubungan antara Anda berdua. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengartikan makna hadiah dalam kehidupan masyarakat melalui sabdanya:

Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling cinta mencintai.”  (HR. Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad)

Berdasarkan ini, Anda dapat mengetahui berbagai pemberian yang selama ini oleh berbagai pihak disebut dengan hadiah, semisal hadiah pada pembelian suatu produk, atau undian atau lainnya. Pemberian-pemberian ini sejatinya tidak layak disebut hadiah, mengingat semuanya sarat dengan tujuan komersial, dan bukan untuk meningkatkan keeratan hubungan yang tanpa pamrih.

Sumber: 

Related Articles

About author View all posts Author website

Abu Ammar

Ayah dari tiga orang anak, Muhammad Ammar, Muhammad Amru (AmmarAmru.com) dan Khaulah Hanin. Semoga Allah jadikan ketiganya menjadi anak yang shalih dan shalihah. Belajar ilmu syar'i kepada asatidz di wilayah Indramayu, dan kuliah online di Islamic Online University.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *